ARDIAN AZIS SUKMANA
11112043
2KA32
JENIS-JENIS
ORGANISASI
Organisasi adalah suatu kelompok orang dalam suatu
wadah untuk tujuan bersama. Dan secara garis besar organisasi dibagi
menjadi dua yaitu organisasi komersial dan organisasi sosial.
1.
Organisasi Komersial
Organisasi dibentuk dengan
tujuan untuk menghasilkan keuntungan. Organisasi niaga dibentuk untuk
mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran organisasi tersebut beserta
orang-orang yang terlibat didalamnya . Pemilik dan operator dari sebuah
organisasi niaga mendapatkan imbalan yang sesuai dengan waktu, usaha, atau capital yang mereka
berikan. Namun tidak semua operasi niaga mengejar keuntungan seperti ini , misalnya
organisasi niaga yang koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua
anggota atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
2.
Organisasi Sosial
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
BENTUK-BENTUK KERJASAMA
Banyaknya jenis-jenis bentuk kerjasama dalam organisasi
diantaranya yaitu :
A.
Joint Venture
Ø
Joint venture adalah kerja sama beberapa pihak untuk
menyelenggarakan usaha bersama dalam jangka waktu tertentu. Biasanya kerja sama
berakhir setelah tujuan tercapai atau pekerjaan selesai.
Ø
Pengaturan Joint
Venture:
1.
Pasal 23 UU Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
2.
PP Nomor 17 Tahun 1992
jo. PP Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemilik Saham Perusahaan Penanaman Modal
Asing
3.
PP Nomor 20 Tahun 1994
tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman
Modal Asing
4.
K Menteri Negara
Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor:
15/SK/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang
Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal asing.
Ø
Jenis-Jenis Kontrak
Joint Venture:
1.
Joint Venture domestic
2.
Joint Venture
internasioanal
B.
Kartel
Ø
Definisi Kartel
Dalam kamus Oxford, kartel atau cartel didefinisikan, “Cartel is a group of separate business firms wich work together to increase profits by not competing with each other”. Artinya, kartel adalah sebuah kelompok (grup) dari berbagai badan hukum usaha yang berlainan yang bekerja sama untuk menaikkan keuntungan masing-masing tanpa melalui persaingan usaha dengan pelaku usaha lainnya. Mereka adalah sekelompok produsen atau pemilik usaha yang membuat kesepakatan untuk melakukan penetapan harga, pengaturan distribusi dan wilayah distribusi, termasuk membatasi suplai.
Dalam buku Black's Law Dictionary (kamus hukum dasar yang berlaku di Amerika Serikat), praktik kartel (cartel) didefinisikan, “A combination of producer of any product joined together to control its productions its productions , sale and price, so as to obtain a monopoly and restrict competition in any particular industry or commodity”. Artinya, kartel merupakan kombinasi di antara berbagai kalangan produsen yang bergabung bersama-sama untuk mengendalikan produksinya, harga penjualan, setidaknya mewujudkan perilaku monopoli, dan membatasi adanya persaingan di berbagai kelompok industri. Dari definisi tersebut, praktik kartel bisa dilakukan oleh kalangan produsen manapun atau untuk produk apapun, mulai dari kebutuhan pokok (primer) hingga barang kebutuhan tersier.
Pengertian kartel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dituliskan kartel memiliki dua ciri yang menyatu, yaitu:
1. Organisasi perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi barang-barang sejenis
2. Persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditi tertentu.
Poin penting dalam definisi tersebut, bahwa kelompok-kelompok di dalam suatu kartel terdiri atas kumpulan perusahaan-perusahaan besar yang menghasilkan barang-barang yang sejenis. Dijelaskan pula, tujuan utamanya berfokus pada pengendalian harga, sehingga harga yang terbentuk adalah bukan harga persaingan. Definisi ini telah menyentuh pada aspek perilaku monopoli.
Samuelson dan Nordhaus (2001: 186) dalam buku “Economics” menuliskan pengertian kartel, “Cartel is an organization of independent firms, producing similar products, that work together to raise prices and restrict outputs”. Artinya, kartel adalah sebuah organisasi yang terbentuk dari sekumpulan perusahaan-perusahaan independen yang memproduksi produk-produk sejenis, serta bekerja sama untuk menaikkan harga dan membatasi output (produksi). Poin penting pada definisi tersebut terletak pada tujuannya, yaitu menaikkan harga dan membatasi output.
Seorang pakar hukum legal dan ekonom, Richard Postner dalam bukunya “Economic Analysis of Law” (2007: 279) menuliskan pengertian kartel, “A contract among competing seller to fix the price of product they sell (or, what is the small thing, to limit their out put) is likely any other contract in the sense that the parties would not sign it unless they expected it to make them all better off”. Artinya, kartel menyatakan suatu kontrak atau kesepakatan persaingan di antara para penjual untuk mengatur harga penjualan yang bisa diartikan sebagai menaikkan harga ataupun membatasi produknya yang setidaknya mirip dengan kontrak pada umumnya di mana anggota-anggotanya tidak menginginkannya, kecuali mereka mengharapkan sesuatu yang lebih baik. Definisi kartel oleh Postner lebih menekankan pada aspek moralitas di mana praktik kartel sesungguhnya bukan sesuatu yang diinginkan oleh setiap anggotanya, kecuali mereka hendak mengharapkan bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari kesepakatan (kontrak) tersebut.
Dalam kamus Oxford, kartel atau cartel didefinisikan, “Cartel is a group of separate business firms wich work together to increase profits by not competing with each other”. Artinya, kartel adalah sebuah kelompok (grup) dari berbagai badan hukum usaha yang berlainan yang bekerja sama untuk menaikkan keuntungan masing-masing tanpa melalui persaingan usaha dengan pelaku usaha lainnya. Mereka adalah sekelompok produsen atau pemilik usaha yang membuat kesepakatan untuk melakukan penetapan harga, pengaturan distribusi dan wilayah distribusi, termasuk membatasi suplai.
Dalam buku Black's Law Dictionary (kamus hukum dasar yang berlaku di Amerika Serikat), praktik kartel (cartel) didefinisikan, “A combination of producer of any product joined together to control its productions its productions , sale and price, so as to obtain a monopoly and restrict competition in any particular industry or commodity”. Artinya, kartel merupakan kombinasi di antara berbagai kalangan produsen yang bergabung bersama-sama untuk mengendalikan produksinya, harga penjualan, setidaknya mewujudkan perilaku monopoli, dan membatasi adanya persaingan di berbagai kelompok industri. Dari definisi tersebut, praktik kartel bisa dilakukan oleh kalangan produsen manapun atau untuk produk apapun, mulai dari kebutuhan pokok (primer) hingga barang kebutuhan tersier.
Pengertian kartel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dituliskan kartel memiliki dua ciri yang menyatu, yaitu:
1. Organisasi perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi barang-barang sejenis
2. Persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditi tertentu.
Poin penting dalam definisi tersebut, bahwa kelompok-kelompok di dalam suatu kartel terdiri atas kumpulan perusahaan-perusahaan besar yang menghasilkan barang-barang yang sejenis. Dijelaskan pula, tujuan utamanya berfokus pada pengendalian harga, sehingga harga yang terbentuk adalah bukan harga persaingan. Definisi ini telah menyentuh pada aspek perilaku monopoli.
Samuelson dan Nordhaus (2001: 186) dalam buku “Economics” menuliskan pengertian kartel, “Cartel is an organization of independent firms, producing similar products, that work together to raise prices and restrict outputs”. Artinya, kartel adalah sebuah organisasi yang terbentuk dari sekumpulan perusahaan-perusahaan independen yang memproduksi produk-produk sejenis, serta bekerja sama untuk menaikkan harga dan membatasi output (produksi). Poin penting pada definisi tersebut terletak pada tujuannya, yaitu menaikkan harga dan membatasi output.
Seorang pakar hukum legal dan ekonom, Richard Postner dalam bukunya “Economic Analysis of Law” (2007: 279) menuliskan pengertian kartel, “A contract among competing seller to fix the price of product they sell (or, what is the small thing, to limit their out put) is likely any other contract in the sense that the parties would not sign it unless they expected it to make them all better off”. Artinya, kartel menyatakan suatu kontrak atau kesepakatan persaingan di antara para penjual untuk mengatur harga penjualan yang bisa diartikan sebagai menaikkan harga ataupun membatasi produknya yang setidaknya mirip dengan kontrak pada umumnya di mana anggota-anggotanya tidak menginginkannya, kecuali mereka mengharapkan sesuatu yang lebih baik. Definisi kartel oleh Postner lebih menekankan pada aspek moralitas di mana praktik kartel sesungguhnya bukan sesuatu yang diinginkan oleh setiap anggotanya, kecuali mereka hendak mengharapkan bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari kesepakatan (kontrak) tersebut.
Ø Jenis-Jenis Kartel
1. Kartel Daerah
Cakupan kartel ini biasanya menggunakan indikator regional atau wilayah. Ada beragam bentuk dan polanya. Misalnya, kartel yang membagi wilayah pemasarannya berdasarkan regional tertentu. Perusahaan A menguasai Pulau Jawa, kemudian perusahaan B menguasai wilayah di Kalimantan dan Sulawesi atau mungkin dibagi berdasarkan distrik ataupun propinsi. Perusahaan A boleh memasukkan produknya ke wilayah perusahaan B, tetapi tidak boleh melakukan pemasaran dengan agresif seperti melakukan promo khusus regional.
2. Kartel Produksi
Model kartel yang memiliki bentuk kesepakatan untuk menetapkan kuota produksi bagi anggota-anggotanya.
3. Kartel Harga
Model kartel yang dilakukan dengan melakukan kesepakatan untuk menetapkan harga (price fixing) untuk meniadakan persaingan harga. Modus praktik atau polanya bisa bervariasi. Mereka bisa menetapkan harga terendah, termasuk kesepakatan harga untuk musim penjualan (banting harga). Antara kartel harga dan kartel produksi biasanya tidak saling terpisahkan atau biasanya menjadi satu kesepakatan.
4. Kartel Kondisi
Kesepakatan atau perjanjian bisnis yang mereka lakukan melalui praktik kartel berdasarkan kondisi tertentu dalam perjanjian bisnis. Misalnya, pembuatan sistem administrasi (prosedur) dalam pengambilan kredit kendaraan bermotor, penyusunan mekanisme dalam penjualan tunai, prosedur dalam pemberian diskon (potongan harga), bonus, dan sebagainya.
5. Kartel Pembagian Laba
Model kartel yang dalam perjanjiannya berorientasi untuk melakukan kesepakatan atas pembagian laba. Biasanya, pembagian laba diberikan ke pihak (anggota) sebagai bentuk kompensasi atas kesepakatan yang telah mereka setujui. Tujuannya tidak lain untuk semakin memperkuat loyalitas di antara para anggota pelaku kartel.
1. Kartel Daerah
Cakupan kartel ini biasanya menggunakan indikator regional atau wilayah. Ada beragam bentuk dan polanya. Misalnya, kartel yang membagi wilayah pemasarannya berdasarkan regional tertentu. Perusahaan A menguasai Pulau Jawa, kemudian perusahaan B menguasai wilayah di Kalimantan dan Sulawesi atau mungkin dibagi berdasarkan distrik ataupun propinsi. Perusahaan A boleh memasukkan produknya ke wilayah perusahaan B, tetapi tidak boleh melakukan pemasaran dengan agresif seperti melakukan promo khusus regional.
2. Kartel Produksi
Model kartel yang memiliki bentuk kesepakatan untuk menetapkan kuota produksi bagi anggota-anggotanya.
3. Kartel Harga
Model kartel yang dilakukan dengan melakukan kesepakatan untuk menetapkan harga (price fixing) untuk meniadakan persaingan harga. Modus praktik atau polanya bisa bervariasi. Mereka bisa menetapkan harga terendah, termasuk kesepakatan harga untuk musim penjualan (banting harga). Antara kartel harga dan kartel produksi biasanya tidak saling terpisahkan atau biasanya menjadi satu kesepakatan.
4. Kartel Kondisi
Kesepakatan atau perjanjian bisnis yang mereka lakukan melalui praktik kartel berdasarkan kondisi tertentu dalam perjanjian bisnis. Misalnya, pembuatan sistem administrasi (prosedur) dalam pengambilan kredit kendaraan bermotor, penyusunan mekanisme dalam penjualan tunai, prosedur dalam pemberian diskon (potongan harga), bonus, dan sebagainya.
5. Kartel Pembagian Laba
Model kartel yang dalam perjanjiannya berorientasi untuk melakukan kesepakatan atas pembagian laba. Biasanya, pembagian laba diberikan ke pihak (anggota) sebagai bentuk kompensasi atas kesepakatan yang telah mereka setujui. Tujuannya tidak lain untuk semakin memperkuat loyalitas di antara para anggota pelaku kartel.
C.
Trust
Trust atau kepercayaan
yaitu suatu kepercayaan dari atasan untuk bawahan atau sebaliknya. Hubungan
tersebut merupakan hal yang sangat penting agar kerjasama dapat tercipta dengan
efektif. Bentuk trust yang muncul sangat jelas terjadi ketika atasan dan
bawahan saling mengenal Knowledge Based Trust atau pengetahuan berdasarkan
kepercayaan , namun baik di awal hubungan mereka ketika mereka masih menjadi
stranger atau orang asing.
Contoh : Atasan yang memberikan suatu pekerjaan kepada bawahannya dengan penuh kepercayaan.
Contoh : Atasan yang memberikan suatu pekerjaan kepada bawahannya dengan penuh kepercayaan.
D. Holding company.
Perusahaan induk atau Holding Company adalah perusahaan utama yang membawahi beberapa perusahaan yang tergabung ke dalam satu grup perusahaan. Melalui pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, bertujuan untuk meningkatkan atau menciptakan nilai pasar perusahaan (market value creation).
Contoh : Trans Corp mempunyai 2 cabang Perusahaan Stasiun televise, yaitu Trans 7 dan Trans TV
Perusahaan induk atau Holding Company adalah perusahaan utama yang membawahi beberapa perusahaan yang tergabung ke dalam satu grup perusahaan. Melalui pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, bertujuan untuk meningkatkan atau menciptakan nilai pasar perusahaan (market value creation).
Contoh : Trans Corp mempunyai 2 cabang Perusahaan Stasiun televise, yaitu Trans 7 dan Trans TV
KONFLIK DALAM
ORGANISASI
A.
Sumber dan Penyebab Terjadinya Konflik
Konflik berasal dari kata
kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan
tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya
atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Penyebab terjadinya konflik daiantaranya yaitu :
1.
Perbedaan individu, yang
meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
3.
Perbedaan kepentingan
antara individu atau kelompok.
B. Cara Penanganan Terjadinya Konflik
Terdapat beberapa cara untuk memecahkan konflik dalam kelompok,
sebagai berikut:
1.
Bersikap proaktif
Setiap anggota
tim harus turut aktif dalam menyelesaian konflik secara
proaktif.
2.
Komunikasi
Komunikasi yang lancar dapat menghindari
diri dari kesalahpahaman sehingga lebih mudah dalam menyelesaikan konflik yang timbul.
3.
Keterbukaan
Setiap
anggota harus terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan dapat
diselesaikan dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat
ditangani sehingga menjadi konflik yang fungsional.
4.
Cari tahu akar masalah
Anggota
tim harus dapat mencari tahu
sumber atau penyebab konflik, supaya kita kita tahu cara menyelesaikan konflik
tersebut.
5.
Bersikap fleksibel
Anggota
tim harus bersikap fleksibel, sehingga
selalu ada jalan untuk memecahkan konflik yang terjadi.
6.
Harus adil
Bersikap
adil artinya menempatkan diri kita dengan netral. Kita tidak boleh
memihak pada salah satu pihak yang terlibat konflik, apalagi memperkeruh
suasana.
7.
Bersekutu
Untuk
menyelesaikan konflik kita
harus mempunyai sikap bersekutu, sehingga tidak ada pihak-pihak
yang merasa dirugikan. Berpikirlah menang – menang, dan jangan hanya mau menang
sendiri.
SUMBER :