ARDIAN AZIS SUKMANA
11112043
1KA38
Generasi Muda Ditengah Ambisi, Adikasi, Aborsi dan AIDS
11112043
1KA38
Generasi Muda Ditengah Ambisi, Adikasi, Aborsi dan AIDS
Oleh : Jones Oroh
(Penulis adalah Pengelola Program KPAP & Pengurus Karang Taruna Sulut)
Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap
tanggal 28 Oktober mestinya bukan sekedar seremonial untuk menghargai jasa para
pahlawan. Namun, lebih dari itu peringatannya merupakan suatu momen untuk
mengingatkan generasi muda di masa keberadaannya tentang posisinya sebagai
tulang punggung bangsa Indonesia. Di samping itu, idealnya peringatan hari
Sumpah Pemuda perlu dimaknai sebagai pelecut semangat untuk berkarya dalam
mengisi kemerdekaan.
Tetapi benarkah relevansi peringatan hari Sumpah Pemuda ini terimplementasi pada masa kini? Berperankah generasi muda di era globalisasi ini? Bermanfaatkah generasi muda di era reformasi ini? Berfungsikah generasi muda di era teknologi ini? Pasti jawaban yang terlontar ketika pertanyaan ini diajukan adalah Ya dan Tentu. Benarkah? Hhmmh…, nanti dulu! Bagaimana dengan pertanyaan ini; peran manakah yang lebih menonjol yang dimainkan generasi muda saat ini? Peran positif atau negatif? Membangun atau meruntuhkan? Mencipta atau merusak? Berkreasi atau berekreasi? Kita tak perlu terburu-buru menanggapi pertanyaan ini, sebab jika kita melihat realita generasi muda saat ini, kita masih perlu mengevaluasi dan merenung untuk menjawabnya.
Penulis sebagai bagian dari generasi muda bermaksud memberikan sedikit catatan sebagai bahan refleksi sekaligus evaluasi tatkala kita merenungkan peran kita di masa kini. Tulisan ini bukan suatu fenomena yang sengaja didramatisir, namun merupakan realita yang faktual dan sengaja harus dikemukakan sebagai bahan koreksi bersama. Terdapat beberapa fenomena sosial-moral yang menjadi jebakan sehingga membuat banyak generasi muda (remaja dan pemuda) berada pada situasi yang tak seharusnya dilakoni. Fenomena sosial-moral ini dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penjajahan modern terhadap pribadi seseorang, seperti Ambisi, Adiksi, Aborsi dan Aids.
KILAS BALIK SEJARAH
Seperti diketahui pada awal abad ke-20 bersamaan dengan timbulnya kesadaran politik atas pergerakan nasioal tumbuh pula kesadaran bersatu di antara para pemuda dan pelajar Indonesia. Para pemuda yang tidak memiliki wadah organisasi segera membentuk perkumpulan- perkumpulan untuk menyalurkan aspirasinya.
Bulan September 1926 terbentuklah suatu
wadah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta. Organisasi yang
merupakan representasi dari mahasiswa Recht Shoolgeschar dan STOVIA di kota
Jakarta dan Bandung ini dirintis oleh Sugondo, Suwiryo, Suryono dan Susalit.
Memiliki 3 (tiga) asas, yaitu Kebangkitan Indonesia, Antithese Kolonial di
antara penjajahan serta Non Kooperatif. Demi merealisasikan persatuan dan
kesatuan nasional, PPPI mengadakan kongres pemuda pertama yang diharapkan dapat
menghilangkan perbedaan bersifat kedaerahan dan mencapai Indonesia bersatu.
Kongres ini diselenggarakan di Jakarta pada 20 April sampai 2 Mei 1926 dipimpin
oleh Moh. Tabrani dari Jong Java. Kongres ini bertujuan membentuk badan
sentral, mengajukan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan di
antara semua perkumpulan pemuda kebangsaan. Salah seorang utusan dari Jong
Sumatranen Bond, Moh. Yamin, mengusulkan dalam kongres bahwa bahasa Indonesia
harus dijadikan bahasa persatuan. Walaupun tidak menghasilkan keputusan
politis, kongres pertama ini telah memperkuat cita-cita Indonesia Bersatu.
PPPI kemudian mengadakan kongres kedua yang
diselenggarakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres ini dihadiri oleh
beberapa perkumpulan pemuda yang ada di Indonesia yang telah berfusi ke PPPI
antara lain Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Sekar
Rukun, Jong Batak dan Jong Islamicten Bond. Susunan panitia kongres terdiri
atas Sugondo sebagai Ketua, Joko Marsaid sebagai Wakil Ketua, Moh. Yamin
sebagai Sekretaris. dan Amir Syarifudin sebagai Bendahara
Pada akhir kongres, 28 Oktober 1928, di gedung
Indonesische Clubhuis Kramat No. 106 Jakarta, disetujui resolusi yang diusulkan
Moh. Yamin. Resolusi yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda tersebut
berisi :
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Kongres berhasil menetapkan Sumpah Pemuda yang
akhirnya dijadikan landasan perjuangan Indonesia merdeka. Pada malam penutupan,
untuk pertama kali diperdengarkan lagu Indonesia Raya oleh WR. Supratman.
Seiring dengan perjalanan bangsa, generasi muda kembali mengambil bagian dalam
pertempuran mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Kemudian gaung peran
generasi muda muncul di tahun 1966 yang dikenal dengan eksponen ’66. Setelah
kurang lebih 32 tahun dibelenggu oleh rezim Orde Baru, keperkasaan generasi
muda kembali diuji dengan peristiwa reformasi, dimana generasi muda yang
dimotori oleh mahasiswa se Indonesia mengadakan aksi unjuk rasa besar-besaran
pada 1998 dengan tujuan menumbangkan rezim yang telah membelenggu semangat
beraktivitas mereka selama 32 tahun.
AMBISI
Generasi muda identik dengan angkatan yang energik, kuat dan memiliki semangat yang menggelora. Begitu tingginya semangat ini sehingga generasi muda sering menjadi penggerak dalam berbagai peristiwa bangsa yang disebutkan di atas. Namun sejalan dengan perkembangan, semangat ini sering termanifestasi menjadi ambisi yang sulit dikontrol. Parahnya, ambisi ini selalu menuntut pemuasan hasrat yang berbuntut pada kepentingan pribadi atau kelompok yang haus akan kekuasaan, pangkat, materi, dan sebagainya. Beragam upaya dan usaha ditempuh untuk mencapai keinginannya meski dengan pemaksaan kehendak serta harus mengorbankan orang lain. Akibat over ambisi ini, banyak di antara generasi muda yang menjadi angkuh, gila jabatan, tidak mau diatur oleh orang lain dan hanya mau jadi pemimpin dalam suatu kelompok/organisasi meski status kelayakan dirinya patut dipertanyakan alias tidak memenuhi kualifikasi/syarat yang ditentukan.
AMBISI
Generasi muda identik dengan angkatan yang energik, kuat dan memiliki semangat yang menggelora. Begitu tingginya semangat ini sehingga generasi muda sering menjadi penggerak dalam berbagai peristiwa bangsa yang disebutkan di atas. Namun sejalan dengan perkembangan, semangat ini sering termanifestasi menjadi ambisi yang sulit dikontrol. Parahnya, ambisi ini selalu menuntut pemuasan hasrat yang berbuntut pada kepentingan pribadi atau kelompok yang haus akan kekuasaan, pangkat, materi, dan sebagainya. Beragam upaya dan usaha ditempuh untuk mencapai keinginannya meski dengan pemaksaan kehendak serta harus mengorbankan orang lain. Akibat over ambisi ini, banyak di antara generasi muda yang menjadi angkuh, gila jabatan, tidak mau diatur oleh orang lain dan hanya mau jadi pemimpin dalam suatu kelompok/organisasi meski status kelayakan dirinya patut dipertanyakan alias tidak memenuhi kualifikasi/syarat yang ditentukan.
Implikasi dari rasa ambisius yang tak terkontrol
ini sering menempatkan generasi muda pada posisi yang menyulitkan diri sendiri.
Berbagai tindakan yang berbau anarkis banyak dipraktekkan tatkala berkompetisi
mengejar jabatan dalam lingkup organisasi. Sikap saling menjatuhkan bukan
sesuatu yang canggung lagi ditunjukkan demi ambisi yang dikejarnya. Akhirnya,
secara transparan telah menimbulkan perpecahan dan membuat generasi muda terkotak-kotak
dengan pergerakannya masing-masing. Jika demikian maka jelaslah bahwa sebagian
besar ambisi yang dimiliki oleh generasi muda di masa kini selalu disertai
dengan motivasi mencari popularitas bahkan keuntungan materi. Dikhawatirkan
adalah pemimpin-pemimpin yang muncul dikemudian hari adalah pemimpin yang tidak
kredibel, haus kekuasaan dan materi yang bisa membawa arah perjalanan bangsa
ini ke ngarai yang curam.
ADIKSI
Kata ini memiliki korelasi erat dengan narkoba yang sering diidentikkan pada generasi muda. Alasan klasiknya adalah bahwa penyalahguna narkoba sebagian besar berasal dari angkatan ini. Adiksi didefinisikan sebagai penyakit yang perkembangan dan manifestasinya
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik, psikososial, dan lingkungan. Ditandai dengan hilangnya kendali atas pemakaian zat adiktif, penggunaan zat secara kompulsif, penggunaan yang berkelanjutan meskipun dihadapkan pada resiko masalah dan timbulnya obsesi terhadap narkoba dan rasa ketagihan untuk menggunakan lagi.
ADIKSI
Kata ini memiliki korelasi erat dengan narkoba yang sering diidentikkan pada generasi muda. Alasan klasiknya adalah bahwa penyalahguna narkoba sebagian besar berasal dari angkatan ini. Adiksi didefinisikan sebagai penyakit yang perkembangan dan manifestasinya
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik, psikososial, dan lingkungan. Ditandai dengan hilangnya kendali atas pemakaian zat adiktif, penggunaan zat secara kompulsif, penggunaan yang berkelanjutan meskipun dihadapkan pada resiko masalah dan timbulnya obsesi terhadap narkoba dan rasa ketagihan untuk menggunakan lagi.
Saat ini, masalah narkoba di kalangan generasi
muda, baik pada siswa, mahasiswa, pekerja maupun pengangguran telah menjadi
suatu krisis nasional, dan jika dibiarkan dikemudian hari akan menjadi tragis
dan menyedihkan. Pengedar dan penyalahguna narkoba mempunyai masalah- masalah
yang selalu menyertai kehidupan mereka, dan dapat muncul dalam bentuk fisik, mental,
emosional atau spiritual.
Sesuai data Badan Narkotik Nasional (BNN) jumlah penyalahguna narkoba dari tahun 2000 sampai Juni 2004 tercatat sebanyak 22.625 kasus. Dari jumlah ini tersangka yang berhasil diciduk oleh kepolisian adalah 21.635 orang dan diperkirakan 90 % merupakan penyalahguna yang berada pada usia produktif. Begitu pula dengan hasil survey nasional penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba terhadap 13.710 orang sample responden pelajar SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi Pemerintah dan Swasta di 30 Ibukota Propinsi yang dilakukan atas kerja sama BNN dengan berbagai penelitian Pranata, UI pada tahun 2003 menunjukkan bahwa 3,9% responden menyalahgunakan narkoba satu
tahun terakhir. Estimasi untuk daerah Sulut sendiri terdapat 700 IDU (Injecting Drug User), belum terhitung dengan penyalahguna narkoba bentuk pil, serbuk, dll.
Semua data ini belum akurat dan bukan data yang
sesungguhnya, karena diperkirakan jumlah yang tidak/belum terdeteksi jauh lebih
besar. Angka-angka tersebut menunjukkan besarnya proporsi generasi muda yang
terlibat, baik dalam pengedaran gelap maupun penyalahgunaan narkoba. Realita
ini sekaligus menunjukkan kerentanan dan peran generasi muda terhadap penyalahgunaan
narkoba, sebab generasi muda mempunyai dorongan yang kuat untuk mengikuti trend
dan gaya hidup modern dan penggunaan narkoba dipandang sebagai bagian atau ciri
gaya hidup modern. Padahal selain berdampak serius pada kesehatan jasmani maupun
rohani, dampak negatif dari kehidupan sosial masyarakat akibat penyalahgunaan
dan pengedaran gelap narkoba sangatlah besar, diantaranya meningkatkan biaya
ekonomi, biaya manusia (human cost) dan biaya sosial (social cost) yang sangat
tinggi dan harus ditanggung oleh yang bersangkutan, orang tua atau keluarga
serta masyarakat dan bangsa.
Sejumlah besar uang harus dikeluarkan untuk
membeli narkoba yang nota bene harganya sangat mahal dan untuk biaya
pengobatan, perawatan dan pemulihan yang memerlukan waktu panjang dengan biaya
mahal serta tidak ada jaminan pulih sepenuhnya. Sementara itu pemerintah harus
mengeluarkan anggaran besar untuk biaya operasional penegakkan hukum,
pencegahan, pelayanan perawatan dan pemulihan. Bayangkan bila jumlah uang yang
besar itu digunakan untuk membiayai pembangunan, membiayai pendidikan dan
penyediaan lapangan kerja, maka akan banyak hal yang dapat dicapai dan banyak
masyarakat yang sejahtera kehidupannya. Harus disadari, penyalahgunaan narkoba
bukan lagi
kejahatan tanpa korban, tetapi sudah merupaka kejahatan yang memakan banyak korban generasi muda dan mengakibatkan bencana berkepanjangan kepada seluruh manusia. Generasi muda yang akan datang di semua bangsa, saat ini sedang diracuni oleh maksiat penyalahgunaan narkoba, dapat dibayangkan bencana dan azab yang akan dihadapi di kemudian hari.
ABORSI
Beberapa referensi menunjukkan setiap tahun sekitar 15 juta perempuan di bawah usia 20 tahun melahirkan. Jumlah ini sekitar 10 % dari seluruh kelahiran yang terjadi di dunia. Kehamilan ini kebanyakan terjadi akibat hubungan seks bebas, sehingga umumnya tidak diharapkan karena tidak direncanakan. Kehamilan tak diinginkan ini seringkali berakhir dengan pelaksanaan aborsi. Perkiraan angka nasional kejadian aborsi adalah sekitar dua juta kasus per tahun. Angka ini berarti 37 aborsi per 1000 wanita usia 15-49 tahun dan 53% dilakukan di perkotaan.
kejahatan tanpa korban, tetapi sudah merupaka kejahatan yang memakan banyak korban generasi muda dan mengakibatkan bencana berkepanjangan kepada seluruh manusia. Generasi muda yang akan datang di semua bangsa, saat ini sedang diracuni oleh maksiat penyalahgunaan narkoba, dapat dibayangkan bencana dan azab yang akan dihadapi di kemudian hari.
ABORSI
Beberapa referensi menunjukkan setiap tahun sekitar 15 juta perempuan di bawah usia 20 tahun melahirkan. Jumlah ini sekitar 10 % dari seluruh kelahiran yang terjadi di dunia. Kehamilan ini kebanyakan terjadi akibat hubungan seks bebas, sehingga umumnya tidak diharapkan karena tidak direncanakan. Kehamilan tak diinginkan ini seringkali berakhir dengan pelaksanaan aborsi. Perkiraan angka nasional kejadian aborsi adalah sekitar dua juta kasus per tahun. Angka ini berarti 37 aborsi per 1000 wanita usia 15-49 tahun dan 53% dilakukan di perkotaan.
Secara medis istilah aborsi didefinisikan sebagai
berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu,
yaitu sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri. Tindakan
aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai
standar profesi medis. Selain akibat medis dan kesehatan, perempuan yang
melakukan aborsi tak aman juga dapat mengalami risiko psikologis dan sosial
seperti rasa bersalah, ketakutan, digunjingkan, dikucilkan, dll.
Karena KUHP dan UU kesehatan melarang aborsi, maka aborsi sering dilakukan secara tidak aman dengan resiko kesehatan yang lebih besar bahkan mengancam jiwa pelakunya. Beberapa alasan terjadinya aborsi adalah takut dimarahi orang tua, belum siap secara ekonomi dan mental untuk menikah apalagi mengurus anak, ingin terus melanjutkan sekolah/kuliah, malu terhadap lingkungan sosial bila ketahuan hamil di luar nikah, dan tidak mencintai orang yang telah menghamilinya. Namun apapun alasannya ketika aborsi buatan dilakukan, otomatis telah mengandung unsur pembunuhan berencana sekalipun itu terhadap bakal manusia.
Aborsi telah menjadi salah satu wadah yang
menyebabkan banyak generasi muda kehilangan jati diri dan eksistensinya untuk
membangun masa depan cemerlang. Tidak sedikit yang menjadi korban dari tindakan
ini. Baik korban nyawa maupun penjara bagi pasangannya.
AIDS
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah keadaan dimana sistem kekebalan tubuh seseorang menurun atau rusak sehingga menyebabkan terjadinya infeksi oprtunisktik. AIDS muncul beberapa tahun setelah seseorang tertular HIV (Human Immonodeficiency Virus) dan selalu berakhir fatal dengan kematian. HIV-AIDS bukan masalah kesehatan semata tetapi juga menyangkut masalah sosial, agama, budaya, dan ekonomi.
Laporan AIDS Epidemic Update menyebutkan bahwa Indonesia sejak tahun 2002 telah berubah status dari negara dengan tingkat prevalensi rendah menjadi negara dengan status wilayah terkonsentrasi. Dari estimasi 130 ribu pengidap di Indonesia, sebagian besar yang terinfeksi adalah golongan usia produktif. Di Sulawesi Utara jumlah pengidap sampai dengan September 2008 berjumlah 427 kasus dan dipastikan 75 % diantaranya yaitu sebanyak 335 orang adalah generasi muda usia produktif antara 20 sampai 39 tahun.
AIDS
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah keadaan dimana sistem kekebalan tubuh seseorang menurun atau rusak sehingga menyebabkan terjadinya infeksi oprtunisktik. AIDS muncul beberapa tahun setelah seseorang tertular HIV (Human Immonodeficiency Virus) dan selalu berakhir fatal dengan kematian. HIV-AIDS bukan masalah kesehatan semata tetapi juga menyangkut masalah sosial, agama, budaya, dan ekonomi.
Laporan AIDS Epidemic Update menyebutkan bahwa Indonesia sejak tahun 2002 telah berubah status dari negara dengan tingkat prevalensi rendah menjadi negara dengan status wilayah terkonsentrasi. Dari estimasi 130 ribu pengidap di Indonesia, sebagian besar yang terinfeksi adalah golongan usia produktif. Di Sulawesi Utara jumlah pengidap sampai dengan September 2008 berjumlah 427 kasus dan dipastikan 75 % diantaranya yaitu sebanyak 335 orang adalah generasi muda usia produktif antara 20 sampai 39 tahun.
Jumlah pengidap baik lokal maupun nasional di atas hanya merupakan ‘puncak gunung es’ yang berhasil dideteksi. Dan diprediksikan jumlah penderita yang sesungguhnya jauh lebih besar atau seratus kali lipat dari yang terlihat. Karena selama masa status HIV, baik gejala atau tanda tidak terlihat sehingga virus ini bisa terus menular tanpa disadari. Penularan ini terjadi lewat hubungan seks tak aman, penggunaan jarum suntik yang tidak steril di kalangan IDU, tindik tatoo, dll. serta dari ibu hamil ke bayi baik dalam persalinan atau menyusui. Mencermati penularan ini, tidak mengherankan jika generasi muda berkontribusi pada jumlah penderita yang banyak. Mengingat hubungan seks dan penyalahguna narkoba maupun tindik tatto merupakan perilaku yang erat dengan kehidupan kawula
muda.
Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada anak cucu kita, jika berbagai bentuk penjajahan modern ini terkomplikasi di tengah keberadaan tulang punggung bangsa. Salah satu kemungkinan terburuk adalah sebagian besar porsi tanggung jawab melaksanakan pembangunan di semua lini nantinya akan diisi oleh generasi muda bangsa lain. Kita menjadi seperti tamu di rumah sendiri, termenung melihat orang lain merenovasi rumah kita seenaknya. Sekali lagi ini hanya salah satu prediksi kelam. Mungkin kita perlu menghitung atau membandingkan peran mana yang lebih banyak dipersembahkan bagi bangsa kita. Apapun hasilnya kita tak harus pesimis dan berkecil hati atau bahkan ikut mengumpat rekan sejawat kita yang sudah terlanjur ’terjajah’ dengan fenomena di atas.
Semua orang yang masih merasa generasi pewaris
tongkat estafet pembangunan harus menyadari bahwa sekalipun kita belum berperan
dalam mengisi kemerdekaan ini, yakinlah bahwa kita masih sangat berharga bagi
bangsa dan sesama. Jangan tanya apa yang sudah kita terima dari orang lain,
tapi tanyalah apa yang sudah kita berikan bagi bangsa dan sesama kita.
Perhatian dan tindakan kita sangat diharapkan oleh mereka yang masih
terbelenggu dengan bentuk ’penjajahan modern’. Karena itu berubahlah dan
berbuatlah...#
Menurut pendapat saya tentang artikel ini adalah
memang generasi muda sangat berperan penting bagi bangsa dan negara,tetapi jika
kita lihat dari tahun ke tahun banyak sekali generasi muda yang terjangkit
masalah sosial seperti pemakaian zat adiktif,terjangkit virus aids,bahkan
banyak sekali remaja wanita yang sudah melakukan aborsi dan juga banyak yang
lainnya. Peran orang tua dan pendidikan sekolah sangat lah penting dalam permaslahan
ini untuk membimbing dan mengajarkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
generasi muda saat ini.
Jadi kesimpulannya dalam artikel ini adalah yang
sangat penting dan berperan dalam kehidupan generasi muda adalah orang tua.
Bagaimana orang tua bisa mendidik anaknya untuk bisa menjadi berguna dan
bermanfaat unutk bangsa dan negaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar